
Kontroversi Penggunaan Lambang Siger dalam Pendaftaran Murid Baru
Kasus yang melibatkan Yayasan Siger Prakarsa Bunda kembali menjadi perhatian publik di Provinsi Lampung. Isu ini muncul setelah dugaan penggunaan lambang Siger, simbol resmi Provinsi Lampung, dalam brosur pendaftaran murid baru oleh yayasan tersebut. Peristiwa ini memicu pertanyaan serius mengenai legalitas penggunaan lambang daerah dan izin operasional sekolah yang dikelola yayasan tersebut.
Lambang Siger memiliki makna filosofis tinggi dan diatur secara resmi dalam Peraturan Daerah (Perda) No. 2 Tahun 2008 tentang Lambang Daerah Provinsi Lampung. Menurut aturan, penggunaan lambang ini hanya sah apabila mendapat izin dari pemerintah daerah dan digunakan untuk kepentingan resmi seperti kop surat, papan nama instansi, atau acara seremonial pemerintah.
Pihak swasta boleh menggunakan simbol budaya ini untuk produk budaya, kuliner, atau pariwisata, tetapi tetap harus memperoleh izin resmi dari Pemprov Lampung. Penggunaan tanpa izin atau untuk tujuan yang dapat menyesatkan masyarakat bisa berujung pada sanksi hukum berat, termasuk hukuman penjara hingga 10 tahun dan denda miliaran rupiah.
Fakta mengejutkan terungkap saat diketahui bahwa SMA Swasta Siger, yang berada di bawah Yayasan Siger Prakarsa Bunda, belum memperoleh izin resmi penyelenggaraan pendidikan. Hal ini berarti sekolah tersebut melanggar Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Selain itu, operasional sekolah yang menggunakan gedung SMP Negeri 38 dan SMP Negeri 44 Bandar Lampung juga terindikasi belum mengurus izin administratif resmi dari pihak sekolah negeri.
Keraguan atas legalitas yayasan dan sekolah ini menimbulkan banyak pertanyaan besar. Siapa yang akan bertanggung jawab jika benar terjadi pelanggaran penggunaan lambang Siger? Apakah tanggung jawab jatuh pada Wali Kota Bandar Lampung Eva Dwiana, yang dikenal dengan julukan The Killer Policy, atau pada ketua yayasan yang masih menjadi misteri publik? Atau bahkan pada Plh Kepala Sekolah Siger, yang saat ini juga menjabat Kepala SMP Negeri 38 dan SMP Negeri 44?
Pihak kepolisian dan instansi terkait diharapkan segera melakukan investigasi untuk memastikan apakah yayasan telah mengajukan izin resmi penggunaan Siger dan kelengkapan administrasi operasional sekolah. Masyarakat dan orang tua calon murid juga perlu diberikan klarifikasi resmi agar hak-hak pendidikan tetap terlindungi dan tidak terjebak dalam praktik pendidikan ilegal.
Kasus ini menjadi peringatan keras bagi seluruh institusi pendidikan swasta di Lampung agar mematuhi peraturan daerah dan undang-undang nasional terkait hak cipta, simbol resmi, dan izin penyelenggaraan pendidikan. Ketidakpatuhan tidak hanya berpotensi merugikan pihak sekolah, tetapi juga dapat merusak citra daerah dan mengancam stabilitas hukum di sektor pendidikan.
Seiring berkembangnya kasus ini, publik menunggu tindakan tegas dari pemerintah daerah, Dinas Pendidikan, dan aparat hukum untuk menegakkan aturan dan melindungi hak masyarakat serta integritas simbol budaya Lampung.


Komentar
Tuliskan Komentar Anda!