
Sejarah Pondok Pesantren Al Khoziny Buduran Sidoarjo
Pondok Pesantren Al Khoziny, yang berada di Desa Buduran, Sidoarjo, merupakan salah satu pusat pendidikan Islam yang memiliki peran penting dalam sejarah pengembangan ilmu pengetahuan dan keagamaan di Jawa Timur. Meskipun lebih dikenal dengan nama Pesantren Buduran, pesantren ini memiliki latar belakang yang kaya akan tradisi dan warisan keilmuan.
Didirikan oleh KH Raden Khozin Khoiruddin, yang biasa disebut Kiai Khozin Sepuh, pondok pesantren ini menjadi bagian dari rantai keilmuan yang terus berkembang. Kiai Khozin adalah menantu dari KH Ya’qub, pengasuh Pesantren Siwalanpanji pada masa ketiga. Dalam jurnal "Peranan KH Abdul Mujib Abbas dalam Mengembangkan Pesantren Al Khoziny Buduran Sidoarjo 1964-2010", disebutkan bahwa Kiai Khozin menjadi salah satu tokoh penting dalam memperkuat tradisi keilmuan pesantren di Jawa Timur.
Dari Siwalanpanji ke Buduran
Sejarah Pesantren Siwalanpanji juga tidak kalah panjang. Banyak ulama besar pernah menimba ilmu di sana, seperti KH M Hasyim Asy’ari, KH Abdul Wahab Hasbullah, KH Usman Al Ishaqi, dan banyak lagi. Pesantren Al Khoziny kemudian menjadi kelanjutan dari estafet keilmuan tersebut.
Namun, tahun berdirinya pesantren ini sempat menjadi perdebatan. Beberapa artikel menyebutkan tahun 1926 atau 1927 sebagai awalnya. Namun, pandangan ini kemudian diperjelas oleh KHR Abdus Salam Mujib, pengasuh saat ini. Dalam sebuah acara haul masyayikh dan haflah rajabiyah ke-80 pada 2024, Kiai Salam Mujib bercerita tentang pengalamannya yang memperdalam pemahaman tentang usia pesantren ini.
Pengalaman Tamu yang Membuka Mata
Dalam acara tersebut, Kiai Salam mengisahkan kedatangan rombongan bus dari Yogyakarta beberapa tahun lalu. Ketua rombongan yang kini berusia sekitar 70 tahun mengatakan bahwa ayahnya pernah nyantri di pesantren ini setelah belajar di beberapa pesantren lain di Jawa. Menurut cerita Kiai Salam, orang tua ketua rombongan tersebut belajar di Buduran selama lima tahun sejak 1920, ketika pesantren diasuh oleh Kiai Abbas Buduran.
Meski tidak ada dokumentasi yang baik tentang peristiwa ini, Kiai Salam tetap yakin bahwa pesantren ini sudah berdiri sebelum 1920. Untuk memastikan kebenaran kisah ini, penulis mencoba mengonfirmasi dengan Dr. Wasid Mansyur MFil, penulis buku "Biografi KH Abdul Mujib Abbas, Teladan Pecinta Ilmu yang Konsisten" (2012). Keyakinan ini membuat peringatan haul dan haflah di Ponpes Al Khoziny semakin istimewa.
Warisan Ilmu dan Akhlak
Dalam tulisan di media online milik NU, Moch Rofi’i Boenawi, alumnus Ponpes Al Khoziny dan dosen di Institut Al Azhar Menganti Gresik, menilai bahwa pesantren ini bukan hanya sebagai institusi pendidikan, tetapi juga sebagai penjaga tradisi ilmu dan akhlak. Selain itu, pesantren ini menjadi saksi hidup perjalanan panjang tradisi pesantren yang tidak hanya melahirkan ulama, tetapi juga membentuk karakter bangsa.
Peristiwa Duka yang Menimpa Pesantren
Namun, perjalanan panjang pesantren baru-baru ini diwarnai duka. Bangunan yang difungsikan sebagai mushala ambruk dan menimpa para santri saat sedang melakukan shalat Ashar, Senin (29/9/2025) sekitar pukul 15.00 WIB. Akibatnya, sejumlah santri terjebak di dalam reruntuhan bangunan. Peristiwa ini menjadi duka bagi seluruh komunitas pesantren dan masyarakat sekitar.


Komentar
Tuliskan Komentar Anda!