
Aksi Massal Guru Madrasah di Tasikmalaya
Ribuan guru madrasah di Kota Tasikmalaya turun ke jalan dan membanjiri Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Tasikmalaya pada Selasa, 30 September 2025. Aksi damai yang penuh dengan kekecewaan ini dilakukan oleh para pendidik yang tergabung dalam Perkumpulan Guru Madrasah Indonesia (PGMI) Kota Tasikmalaya.
Mereka menuntut keadilan atas kebijakan pengangkatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Para guru ini merasa "dianaktirikan" akibat ketimpangan kebijakan PPPK antara instansi di bawah Kementerian Pendidikan dan lembaga di bawah Kementerian Agama (Kemenag). Meskipun telah bertahun-tahun mengabdi tanpa keluhan, mereka merasa tidak mendapat perhatian yang layak dari pemerintah.
Gaji yang Jauh Di Bawah Harapan
Kekesalan para guru madrasah ini terlihat jelas dari berbagai poster dan spanduk protes yang mereka bawa. Salah satu spanduk menyatakan tajam, "PPPK Bukan Hanya untuk Negeri, Guru Swasta Juga Layak Dilindungi", sementara yang lain menyentuh hati, "Kami Harus S1 Tapi Gaji Kami di Bawah Pembantu".
Ketua PGMI Kota Tasikmalaya, Asep Rizal, menjelaskan bahwa aksi ini bukan hanya terjadi di Tasikmalaya, tetapi serentak di seluruh Indonesia. Inti dari tuntutan mereka adalah nasib ribuan guru honorer madrasah yang terabaikan dari kebijakan pemerintah, baik soal PPPK paruh waktu, sertifikasi, maupun inpasing (penyesuaian pangkat/golongan).
Asep menyebutkan bahwa ada ribuan guru honorer yang hari ini tidak tersentuh kebijakan. Gaji guru honorer hanya Rp300 ribu per bulan, itu pun dibayar tiga bulan sekali. Angka ini jauh berbeda dengan guru yang sudah sertifikasi yang nilainya mencapai Rp1,5 juta atau inpasing mencapai Rp2,5 juta, menunjukkan jurang kesejahteraan yang dalam.
Saat ini, kata Asep Rizal, hanya sekitar 200 dari total 3.200 guru PGMI Kota Tasikmalaya yang memiliki status lebih baik, sementara sisanya berjuang dengan status honorer, gaji rendah, dan tanpa kejelasan regulasi.
DPRD Berjanji Bertindak Cepat
Sebagai simbol aspirasi damai, perwakilan massa sempat menyerahkan setangkai bunga mawar merah kepada pimpinan dan anggota DPRD dari setiap fraksi. Meskipun demikian, orasi yang disampaikan silih berganti dipenuhi nada kekesalan dan tuntutan.
PGMI mendesak DPRD Kota Tasikmalaya untuk memfasilitasi pertemuan dengan Komisi VIII DPR RI, Badan Kepegawaian Negara (BKN), dan Kemenpan-RB. Tujuannya adalah membahas nasib dan mencari solusi bagi ribuan guru honorer madrasah.
Ketua DPRD Kota Tasikmalaya, H. Aslim, merespons tuntutan tersebut dengan kesiapan penuh. Ia mengakui adanya enam poin tuntutan spesifik, termasuk mendesak pemerintah membuka formasi afirmasi PPPK khusus bagi guru swasta yang mengabdi di madrasah, serta menuntut subsidi gaji, tunjangan, dan jaminan sosial dari APBN/APBD.
"Kami akan bergerak cepat untuk mengawal aspirasi guru madrasah ini. Mereka minta seminggu ini bisa bertemu BKN dan Komisi VIII," janji Aslim.
Aksi ditutup dengan penandatanganan nota kesepahaman oleh pimpinan dan perwakilan fraksi DPRD Kota Tasikmalaya. Kesepakatan ini menjadi janji hitam di atas putih untuk memperjuangkan kesejahteraan dan pengakuan guru swasta sebagai perwujudan keadilan sosial.
Perjuangan yang Menjadi Cerminan Nasional
Perjuangan guru madrasah di Tasikmalaya menjadi cerminan perjuangan guru honorer di seluruh Indonesia yang mendambakan regulasi yang jelas demi menghapus kegelisahan atas masa depan pengabdian mereka. Dengan tuntutan yang jelas dan komitmen dari pihak DPRD, harapan besar ditempatkan agar nasib para guru honorer dapat segera diperbaiki.


Komentar
Tuliskan Komentar Anda!