Anggaran Pendidikan 2026 Naik Rp757 Triliun, Guru Swasta dan Honorer Belum Diperhatikan

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Featured Image

Peningkatan Anggaran Pendidikan 2026: Peluang dan Tantangan

Pemerintah mengusulkan anggaran pendidikan dalam RAPBN 2026 sebesar Rp757,8 triliun, yang merupakan kenaikan hampir 10% dibandingkan outlook tahun 2025. Langkah ini dianggap sebagai upaya untuk memperkuat kualitas pendidikan dan memperluas akses layanan pendidikan. Namun, meskipun angka tersebut terlihat besar, beberapa praktisi pendidikan menilai bahwa peningkatan anggaran tidak otomatis akan berdampak positif jika alokasi tidak dilakukan dengan tepat.

Salah satu tokoh pendidikan dari Sragen, Nur Muhammad Sugiyarto, menyampaikan kekhawatiran bahwa tanpa kecermatan dalam alokasi dana, masalah struktural seperti nasib guru swasta, guru madrasah, dan guru honorer/PAUD bisa semakin memburuk. Mereka selama ini belum mendapatkan manfaat langsung dari kebijakan pendidikan yang ada.

Dalam perbaikan terbaru, Menteri Keuangan mengalokasikan dana khusus untuk guru, dosen, dan tenaga kependidikan sebesar Rp274,7 triliun, yang lebih tinggi dari rencana awal. Meski demikian, para pemerhati pendidikan menilai bahwa kenaikan anggaran tersebut belum menjamin kesejahteraan bagi semua kategori guru. Hal ini disebabkan oleh porsi dan mekanisme penyaluran yang masih menjadi pertanyaan besar.

Masalah Struktural di Lapangan

Keluhan nyata dari lapangan menunjukkan bahwa banyak pendidik di luar PNS masih menerima penghasilan sangat rendah. Contohnya adalah guru non-PNS, guru PAUD, dan operator madrasah yang hanya menerima gaji puluhan hingga ratusan ribu rupiah per bulan. Mereka meminta adanya standar upah minimum untuk guru non-ASN dan mekanisme tunjangan yang jelas agar anggaran dapat mencapai mereka juga.

Di Sragen sendiri, kondisi guru dan sekolah memiliki tantangan yang kompleks. Beberapa SD Negeri dilaporkan kekurangan siswa, sehingga perhatian dan alokasi sumber daya menjadi terpecah. Sarana di banyak sekolah negeri dinilai belum memadai, sehingga orang tua cenderung memilih sekolah swasta yang lebih menarik. Hal ini akhirnya memengaruhi tenaga pendidik di kedua sektor.

Dampak Jika Alokasi Tidak Tepat Sasaran

Jika alokasi anggaran tidak dilakukan secara adil, kesenjangan antara guru PNS dan non-PNS bisa melebar. Meski total anggaran meningkat, jika tunjangan dan kenaikan gaji hanya tersalurkan ke PNS, maka persoalan kesejahteraan guru honorer dan swasta tetap tidak terselesaikan.

Sekolah kecil atau terpencil juga bisa kesulitan mendapatkan fasilitas memadai jika program prioritas fokus pada proyek besar, seperti pembangunan sekolah rakyat, tanpa distribusi layanan yang merata. Kualitas layanan pendidikan juga rawan stagnasi jika peningkatan anggaran lebih banyak dialokasikan untuk belanja operasional institusional ketimbang peningkatan kompetensi dan kesejahteraan tenaga pendidik di seluruh jenjang.

Rekomendasi dari Praktisi dan Advokat Pendidikan

Untuk memastikan bahwa peningkatan anggaran benar-benar berdampak nyata, berikut beberapa rekomendasi yang disampaikan oleh pemerhati dan advokat pendidikan:

  • Targetkan tunjangan untuk memastikan guru non-ASN (guru swasta, madrasah, PAUD, honorer) menerima bantuan langsung sesuai kriteria tertulis.
  • Tetapkan standar upah minimum untuk guru non-ASN, sehingga tidak ada lagi pendidik yang bergantung pada honor sangat rendah.
  • Perbaiki mekanisme data guru, baik yang terpusat maupun terverifikasi, untuk mencegah kebocoran dan memastikan bantuan sampai ke penerima yang layak.
  • Keseimbangan alokasi antara proyek infrastruktur besar dan anggaran program peningkatan kapasitas guru di sekolah-sekolah kecil/terpencil.
  • Libatkan pemerintah daerah, seperti DPRD/Komisi pendidikan setempat, dalam memetakan kebutuhan riil guru dan sekolah agar alokasi pusat sesuai kondisi lokal.

Peningkatan anggaran pendidikan 2026 adalah peluang besar — tapi peluang itu hanya berguna jika cara membagi dan menyalurkannya adil, transparan, dan berbasis data. Kritik dari praktisi Sragen dan advokat guru memperingatkan bahwa tanpa kebijakan yang memastikan guru swasta dan honorer mendapat perhatian setara, kenaikan angka di atas kertas berisiko menjadi retorika tanpa perubahan berarti di lapangan.