
Pemberian Insentif untuk Guru dalam Program Makan Bergizi Gratis
Badan Gizi Nasional (BGN) telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 5 Tahun 2025 yang berisi pemberian insentif bagi guru yang bertanggung jawab atas pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di sekolah-sekolah yang menerima manfaat. Dalam SE ini, guru bantu dan honorer dapat menerima bantuan berupa uang tunai sebagai bentuk apresiasi dari pemerintah atas kontribusi mereka dalam mendukung program yang ditujukan kepada anak-anak sekolah, ibu hamil, ibu menyusui, serta balita.
Dengan adanya SE ini, guru sekolah kini bisa dilibatkan dalam pengelolaan MBG. Sebelumnya, masalah MBG menjadi perhatian banyak pihak, terutama karena beberapa kasus keracunan yang terjadi di kalangan siswa. Hal ini memicu berbagai tuntutan dan kekhawatiran tentang efektivitas dan keamanan program tersebut.
Beban Guru yang Berat Sebelum MBG Ada
Menurut Satriwan Salim, Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), beban tugas dan tanggung jawab guru sebelum program MBG diterapkan sudah sangat berat. Ia menjelaskan bahwa tugas utama guru telah diatur dalam Undang-Undang Guru dan Dosen. Namun, tugas tambahan seperti pengelolaan MBG justru mengambil waktu yang seharusnya digunakan untuk proses pembelajaran.
Ia menyoroti bahwa durasi distribusi makanan MBG hingga selesai makan sangat menyita waktu. Hal ini berdampak langsung pada jam belajar mengajar, sehingga proses pembelajaran terganggu. Menurutnya, tugas tambahan ini keluar dari tugas pokok yang telah diatur dalam UU tersebut.
Rekomendasi Evaluasi dan Selektif dalam Penerapan MBG
Satriwan menyarankan agar pemerintah melakukan evaluasi terhadap program MBG. Ia menegaskan bahwa MBG seharusnya diberikan secara selektif, bukan secara merata. Contohnya, daerah-daerah yang memenuhi syarat seperti daerah 3T atau keluarga menengah ke bawah bisa menjadi prioritas. Hal ini akan memastikan bahwa program benar-benar membantu mereka yang membutuhkan.
Ia juga mencontohkan bahwa MBG sebaiknya diberikan kepada siswa yang tidak memiliki akses gizi, siswa yang jarang atau bahkan tidak sarapan, serta siswa dari daerah 3T. Dengan pendekatan ini, MBG akan lebih efektif dan efisien.
Kebijakan Terkait Guru Mencicipi Makanan MBG
Selain itu, Satriwan menilai bahwa guru seharusnya tidak perlu mencicipi makanan MBG sebelum didistribusikan. Ia menilai hal ini kurang tepat dan tidak perlu dilakukan. Sebaliknya, pengecekan kualitas makanan sebaiknya dilakukan oleh pihak lain yang memiliki kompetensi dan standar yang sesuai.
Solusi: Moratorium MBG
Dampak negatif dari program MBG, seperti kasus keracunan yang meluas, memerlukan solusi yang lebih radikal. Salah satu alternatif yang ditawarkan adalah moratorium sementara terhadap program MBG. Satriwan menjelaskan bahwa banyak vendor yang tidak memiliki kualifikasi dan belum memenuhi standar BGN, sehingga perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut.
Moratorium ini bisa digunakan pemerintah untuk melihat aspek-aspek yang perlu diperbaiki, termasuk kualitas makanan, sistem distribusi, dan peran pihak-pihak terkait seperti vendor. Ia berharap jika vendor tidak layak, maka mereka tidak boleh terlibat dalam produksi dan distribusi MBG.
Kolaborasi dengan Kantin Sekolah
Satriwan menyarankan agar pemerintah bekerja sama dengan kantin sekolah dalam mengelola MBG. Menurutnya, kantin memiliki hubungan yang kuat dengan sekolah dan siswa, serta lebih paham selera murid. Dengan demikian, kantin bisa menjadi mitra yang lebih efektif dalam mengelola program ini.
Selain itu, kolaborasi ini juga bisa memberikan dampak positif terhadap perekonomian masyarakat. Kantin yang sudah ada dan memiliki relasi yang baik dengan sekolah bisa menjadi bagian dari solusi untuk mengurangi beban guru.
Penunjukan Guru sebagai PIC Distribusi MBG
Dalam SE BGN, setiap sekolah penerima manfaat MBG diwajibkan menunjuk 1 sampai 3 orang guru sebagai penanggung jawab (PIC) distribusi MBG. Kepala sekolah akan menentukan siapa yang bertugas, dengan prioritas kepada guru bantu dan honorer. Sistem rotasi harian juga diterapkan agar pelaksanaan lebih merata.
Sebagai bentuk dukungan, setiap guru PIC akan menerima insentif sebesar Rp 100.000 per hari penugasan. Dana insentif ini berasal dari biaya operasional Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) sekolah dan akan dicairkan setiap 10 hari sekali.


Komentar
Tuliskan Komentar Anda!